DILEMA PENGHAPUSAN JABATAN STRUKTURAL DALAM PELAYANAN PUBLIK.

Inilah topik yang dibahas oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial dan Fakir Miskin Dinas Sosial, Pemberdayan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Sanggau, Valentinus Sudarto, S. Sos, M.Si bersama kelompoknya, yaitu kelompok tugas 3 Pembelajaran Asynchcronous Agenda 1 yang terdiri dari Abdal, S.Sos, Dr. Achmad Jais, SE, M.Si, Akhmad Surgama Sahar, SE, ME, Alfrita Junain Sande, S.E, M.Si, Anwar Nurdin, ST, H. Fahmi, SE, M.Si, Fahrianoor Rullah Hakim, ST, Hasman Parigi, S.E, Herwin, S.E, P. Heryanto Didi, SH, Silvester Fatie, SE, MM, Viki Rizqi Riadis, S.STP dan Yoga Saputra, S.STP, pada Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 1 tahun 2022 di Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Lembaga Adminstrasi Negara (Puslatbang KDOD LAN), Samarinda Provinsi Kalimantan Timur, (16/6/2022).

Yang melatarbelakangi hal ini adalah setelah hanya menjadi wacana, restrukturisasi arsitektur manajemen sumber daya manusia Aparatur Sipil Negara (ASN) akhirnya bisa terealisasi. Restrukturisasi dilakukan dengan alasan agar tercipta iklim birokrasi yang lebih dinamis dan profesional. Pemerintah secara serius berupaya melakukan perubahan iklim birokrasi negara agar dapat lebih responsif dan dinamis dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Keseriusan ini diwujudkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) Nomor 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional. Melalui peraturan ini, MenpanRB mengamanatkan kepada seluruh K/Luntuk melakukan asesmen mandiri pemetaan jabatan administrasi yang akan disetarakan menjadi pejabat fungsional.

Jika merujuk pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparat sipil negara yang merupakan pembaruan Undang-Undang nomor 8 tahun 1974, Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Dalam ASN ditemukan tiga jenis jabatan, yaitu jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi dan jabatan fungsional.

Jika merujuk pada data statistik Badan Kepegawaian Negara per 30 Juni 2020, memperlihatkan bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Republik Indonesia berjumlah 4.121.176 orang yang terdiri dari 48% atau sebanyak 1.978.164 orang PNS bergender pria, 52% atau sebanyak 2.143.012 orang PNS bergender perempuan. Dari total jumlah tersebut, berdasarkan jenis jabatan Jabatan Fungsional Tertentu merupakan mayoritas jabatan PNS di Indonesia dengan presentase sebesar 50,88% atau 2.096.876 PNS yang terdiri dari 69,23% Tenaga Guru (1.451.591), 15,28% Tenaga Kesehatan (320.427), 11,86% Tenaga Teknis (248.709) dan 3,63% Tenaga Dosen (76.149).

Sedangkan untuk jabatan struktural didominasi oleh jabatan pengawas atau setara Eselon IV sebanyak 70,62%, kemudian disusul oleh Jabatan Administrator atau Eselon III sebanyak 21,78%. Berdasarkan data yang ada, beberapa instansi masih memiliki jabatan Eselon V sebanyak 3,23% dari total presentase jenis jabatan struktural, atau sebanyak 14.989 PNS. Maka untuk kepentingan reformasi birokrasi tersebut, pemerintah telah menambah 42 jenis jabatan fungsional baru. Dengan demikian, tercatat 242 jabatan fungsional yang telah ditetapkan.

Pada sisi inilah, positioning jabatan fungsional naik kelas. Jabatan fungsional telah ditempatkan pada posisi strategis dalam mewujudkan good governance. Paradigma dan mindset lama ASN berubah. Padahal dengan adanya Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang manajamen PNS memberikan gambaran eksistensi jabatan fungsional dalam struktur organisasi pemerintahan.

Sementara, fokus masalahnya ada pada kebijakan penyetaraan jabatan merupakan langkah besar di dunia birokrasi. Terlebih kebijakan ini diberlakukan kepada seluruh kementerian/lembaga, baik level pusat maupun daerah. Respon dari berbagai K/L maupun pemda cukup beragam. Untuk memenuhi tuntutan pelayanan publik yang setara dengan negara maju lainnya sangat diperlukan aparatur negara yang profesional, mampu menggalang kemitraan dengan pihak swasta, berkinerja tinggi, akuntabel dan bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Semakin tipisnya kesadaran akan konsep wawasan kebangsaan pada ASN mengundang banyak persoalan-persoalan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Beberapa permasalahan yang membuat citra pemerintah sebagai organisasi pelayanan publik menjadi buruk dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :
Sistem kerja birokrasi yang dinilai tidak efektif dan tidak efisien akibat panjangnya jalur birokrasi yang harus dilalui akan tetapi tidak menjawab tantangan pelayanan yang cepat dan berhasil guna dikarenakan tidak adanya fungsi pengawasan.

Ada sebagian tugas dan fungsi ASN yang mewajibkan harus dikerjakan oleh pejabat struktural akibatnya tugas dan fungsi menumpuk di salah satu unit pelayanan, seperti Pengelolaan keuangan dan pengesahan dokumen pelayanan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan atau realisasi anggaran.

Kesadaran untuk mengetahui terkait Jabatan fungsional dinilai masih rendah. Hal ini terlihat saat menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan juga Daftar Pengusul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) untuk kenaikan pangkat / jabatan setingkat lebih tinggi. Permasalahan yang selama ini terjadi adalah duplikasi penyusunan butir kegiatan jabatan fungsional dalam SKP dan DUPAK. Pengisian ini harusnya dapat disimpilifikasi agar Pejabat Fungsional dapat lebih fokus pada substansi dan hasil pekerjaan jabatan fungsional dibanding hal yang bersifat administratif.

Selama menjadi jabatan fungsional juga terkadang mengalami demotivasi pada saat mendapatkan Hasil Penilaian Angka Kredit (HAPAK), karena nilai butir kegiatan yang ditetapkan Tim Penilai tidak menambah angka kredit seperti yang diharapkan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas kinerja.
Minimnya orientasi dan pendampingan dari instansi pembina kepegawaian kepada para pejabat tinggi pratama atau administrator mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan.

Proses penyetaraan jabatan fungsional yang dilakukan tidak didasari atas analisis jabatan, analisis kebutuhan pegawai, formasi jabatan dan dianggap mengabaikan prinsip transparansi, adil dan merit sistem yakni Kualifikasi, kompetensi dan kinerja.

Ada sejumlah poin pembahasan dalam persoalan ini, diantaranya :

  1. Dampak Terhadap Organisasi.
    Penyederhanaan birokrasi melalui mekanisme penyetaraan jabatan struktural eselon III dan IV ke dalam jabatan fungsional yang telah dijalankan oleh Pemerintah ini dapat menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap pengelolaan kepegawaian baik tingkat unit kerja eselon I maupun tingkat eselon II. Adapun beberapa dampak diantaranya :
    Aspek perubahan organisasi dan tata kerja
    Perubahan yang paling terlihat adalah pengurangan jumlah jabatan dalam sturktur organisasi serta mekanisme tata kerja menyebabkan adanya penumpukan pekerjaan pada jabatan structural tertentu. Pejabat yang duduk atau dilantik pada jabatan fungsional tidak sesuai kompetensi dan kualifikasi disiplin ilmu atau pendidikannya sehingga menghambat pelayanan.
  2. Aspek pelayanan publik, berdampak pada mekanisme tata kerja dari sisi pemberi layanan dapat lebih responsif dimana setiap pekerjaan yang ada dapat segera didisposisikan langsung dari pimpinan organisasi pelayanan publik esselon I atau eselon II ke setiap pejabat fungsional untuk segera direspons dan ditindaklanjuti namun ada beberapa jenis layanan dalam proses penyelesaian pekerjaan juga melewati batas waktu yang ditetapkan dalam standar pelayanan publik
  3. Aspek budaya kerja, semakin kecil peluang adanya penyegaran organisasi berdampak pada tingkat kejenuhan ASN. Di era masih banyaknya jabatan administrasi dan pengawas, salah satu kelebihan sistem ini adalah dimungkinkannya rotasi yang dibutuhkan sebagai bagian dari penyegaran organisasi.
  4. Aspek anggaran, besaran tunjangan yang didapat antara jabatan struktural dan jabatan fungsional terdapat perbedaan. Sehingga dikhawatirkan ada kebijakan daerah yang menurunkan penghasilan ASN yang mendapat penyetaraan jabatan fungsional. Menumpuknya pengelolaan anggaran pada jabatan administrasi dan pengawas mengakibatkan rendahnya tingkat realisasi penyerapan anggaran.

REKOMENDASI
Berdasarkan telahaan di atas, terdapat beberapa kendala dan permasalahan yang perlu mendapatkan respon yang tepat agar kebijakan penyetaraan jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak ada pihak yang dirugikan. Diantara rekomendasi yang perlu untuk dilakukan diantaranya :
Melakukan revitalisasi peran jabatan fungsional, sehingga orientasi kerja birokrasi mengarah pada profesionalisme dan kemandirian kerja. Artinya, posisi jabatan fungsional hari ini, harus benar-benar dinilai penting oleh pimpinan atau secara kelembagaan.

Perlu memberikan penghargaan bagi pejabat fungsional yang berprestasi dan berkontribusi agar memotivasi pejabat fungsional. Pada tahap awal bisa memberikan penghargaan pejabat fungsional pada tingkat instansi. Pada tahap selanjutnya bisa dilakukan dengan memberikan penghargaan pejabat fungsional secara nasional misalnya Jabatan Fungsional Perencana of the Year 2021. Pemenang penghargaan juga diberikan tanggung jawab untuk membagi pengalaman melalui sesi diskusi pada tahun depannya agar dapat memotivasi pejabat fungsional lain.

Perlu memberikan penghargaan bagi pejabat fungsional yang berprestasi dan berkontribusi pelaksanaan fungsi semula dijalankan oleh strukturan kemudian di alihkan ke fungsional dengan diberikan kemudahan penetapan standar angka kredit sehingga memudahkan dalam pengembangan karier.

Memberikan Sosialisasi terkait Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang manajamen PNS memberikan gambaran eksistensi jabatan fungsional dalam struktur organisasi pemerintahan. Ada banyak keuntungan yang diperoleh diantaranya : Dari sisi karir, jabatan fungsional mempunyai alur karir yang lebih jelas, demikian juga dengan penjenjangannya. Jabatan fungsional dapat naik golongan/pangkat jauh lebih cepat dibanding jabatan struktural; Memperoleh jenjang kesempatan meraih jabatan tinggi lebih mudah. Cukup mereka konsisten melaksanakan butir-butir uraian tugasnya secara terukur; Kelas jabatan fungsional juga lebih tinggi. CPNS yang mempunyai pendidikan S1 atau S2 akan naik kelas jabatan berada di kelas jabatan 8. Sementara bagi pejabat pelaksana akan berada pada kelas jabatan 6 atau 7. Demikian halnya dengan tunjangan jabatan, jelas lebih tinggi. Sebagai contoh, tunjangan jabatan eselon IVa sebesar 540.000. Setelah dialihkan dan disetarakan ke jabatan ahli muda, mereka dapat memperoleh tunjangan jabatan 800.000 s.d 1.200.000; dan Usia masa bakti juga bertambah dari 58 tahun menjadi 60 tahun.

Perlu mengalokasi anggaran lebih banyak diklat teknis sesuai kebutuhan jabatan fungsional masing-masing dan diimbangi dengan pemantauan hasil diklat tersebut secara berkala untuk mengetahui peningkatan kualitasi jabatan fungsional, misalnya 6 bulan setelah diklat tersebut.

Perlu simplifikasi penyusunan dan realisasi butir kegiatan yang dilakukan di SKP agar dintegrasikan dengan DUPAK, apalagi sudah cukup banyak instansi yang menerapkan E-SKP. Sehingga, pejabat fungsional hanya tinggal menyiapkan formulir yang tidak diakomodir di SKP, seperti lembar pengesahan dan sebagainya. Dengan simplifikasi ini, pejabat fungsional dapat lebih fokus pada peningkatan kualitas produk fungsional.

Melakukan kajian ulang terhadap kriteria jabatan structural yang di sederhadanakan, karena dalam jabatan tertentu untuk peningkatan pelayanan kepada masayarakat tugas dan fungsi tersebut membutuhkan fungsi pengawasan.

Sebagai penutup, Pemerintah terus melakukan langkah akselerasi untuk menciptakan birokrasi yang fleksibel dan mengambil langkah nyata dalam mempercepat proses reformasi birokrasi. Penyederhanaan jabatan struktural yang dilakukan Kementerian dan Lembaga telah mencapai 90 persen pada Februari 2021.

Selesainya penyetaraan jabatan tidak berarti masalah penyederhanaan birokrasi telah selesai. Muncul masalah baru terkait pengembangan kompetensi masing-masing Pejabat Fungsional Hasil Penyetaraan. Para JF Penyetaraan harus segera meng-upgrade dirinya agar memenuhi standar kompetensi minimal di jabatan masing-masing salah satunya melalui diklat fungsional. Proses penyetaraan jabatan yang dilakukan secara serentak untuk semua jabatan administrasi yang terdampak penyederhanaan birokrasi mengakibatkan membengkaknya kebutuhan anggaran diklat fungsional. Sehingga perlu disusun roadmap pengembangan SDM untuk pejabat fungsional hasil penyetaraan jabatan.

Melalui pemangkasan pejabat struktural ini, diharapkan pengambilan keputusan lebih cepat, sehingga pelayananpun akan lebih cepat pula. Pada gilirannya, langkah ini dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja pelayanan pemerintah supaya lebih tangkas dan responsif. Dari sisi aparatur, upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi pejabat fungsional untuk mencapai angka kredit melalui peningkatan kompetensi dan prestasi.

Dengan semangat konsep jabatan fungsional yang berbasis fungsi dan beberapa perbaikan secara berkesinambungan, tentu dapat membuat kinerja ASN khususnya Jabatan Fungsional dapat lebih maksimal sebagaimana yang diharapakan UU ASN dan Presiden. Pada akhirnya dapat berperan lebih maksimal juga bagi rakyat Indonesia.

Share This Article
Exit mobile version