Sanggau – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Sanggau kembali melaksanakan kegiatan penyerahan bantuan bencana di dua komunitas Masyarakat Adat anggota AMAN Sanggau yaitu di Komunitas Sami dan Komunitas Mayao pada Sabtu 29/03/2025 bertempat di rumah Betang Piri Juru Kecamatan Bonti.
“Ini agenda terakhir penyerahan bantuan bencana di komunitas masyarakat adat anggota AMAN Sanggau yang terdampak banjir pada akhir Januari dan awal Februari lalu” kata Hendrikus Hendi Ketua PHD AMAN Sanggau.
Hadir pada kegiatan ini anggota DAMANWIL Kalbar Lukas Kibas, Ketua DAMANDA Sanggau Rufinus dan anggotanya Gabriel Gawin, Ketua PHD AMAN Sanggau Hendrikus Hendi, Perwakilan Polsek Bonti Babinkamtibmas Desa Bonti, Perwakilan Koramil Kecamatan Bonti Babinsa Desa Bonti, unsur DAD Kecamatan Bonti, Kepala Desa Tunggul Boyok, unsur Pemdes Sami dan Pemdes Bonti, Temenggung Mayao Bertinus Adjon Pengurus Adat dari Sami dan Mayao, para Kepala Wilayah, para Ketua RT, serta tokoh Perempuan dari komunitas Masyarakat Adat Mayao dan Sami
Kegiatan penyerahan bantuan di dua komunitas ini di barengi dengan sosialisasi dan diskusi tentang AMAN, hal ini dilakukan untuk mengingatkan kembali kepada dua komunitas ini hal-hal yang berkaitan dengan keanggotaannya sebagai anggota AMAN.
Diskusi ini juga bertujuan untuk melihat dan mendengarkan secara langsung isu-isu disekitar masyarakat adat di dua komunitas ini yang berkaitan dengan isu lingkungan dan wilayah adatnya baik Hutan Adat maupun wilayah kelola masyarakat adat di dua komunitas ini.
Sebagai narasumber dalam kegiatan ini hadir Lukas Kibas dengan materi sejarah aman, lalu Rufinus yang membawa materi tentang KeAMANan.
Sedangkan sebagai pemantik diskusi tentang HAM serta lingkungan dan wilayah adat di dua komunitas ini hadir Norman Jiwan dan Nikodemus Ale.
“Kegiatan ini terselenggara dengan tujuan agar dapat memberikan pendidikan pemberdayaan kepada masyarakat adat di dua komunitas ini, setelah dua hari yang lalu melaksanakan kegiatan yang sama di Kecamatan Beduai dengan 5 komunitas yang ikut serta dalam kegiatan di sana” jelas Hendi.
“Saya berharap dengan Sosialisasi dan Diskusi ini, teman-teman masyarakat adat di dua komunitas ini dapat kembali memahami statusnya sebagai anggota AMAN, dan dapat berdiskusi bersama terkait persoalan-persoalan di sekitar wilayah masyarakat adat disini” sambungnya.
Dalam kegiatan diskusi di dua lokasi persebaran anggota AMAN ini, Pengurus AMAN Daerah Sanggau banyak mendapatkan informasi serta pengaduan-pengaduan dari masyarakat adat di komunitas-komunitas anggota AMAN ini terkait wilayah adat mereka yang di ambil oleh pihak lain berupa HGU, ijin-ijin Perkebunan dan Pertambangan, serta isu baru yaitu perdagangan karbon.
“Pengambilan wilayah adat untuk dijadikan lokasi penanaman tanaman yang diperuntukkan dengan tujuan menjadikannya lokasi penyerapan karbon, dan pada akhirnya membatasi masyarakat untuk dapat mengelola lahan tersebut menjadi lahan pertanian berladang serta usaha pertanian masyarakat lainya adalah tindakan yang mempersempit ruang hidup bagi masyarakat adat di wilayah ini” sampai Hendi.
Ia melanjutkan “adalah tidak adil bagi kami masyarakat adat ini, bila mana kami kedepannya di larang untuk mengelola wilayah adat kami demi penghidupan generasi dan anak cucu kami kedepannya hanya karena wilayah kami dijadikan lokasi penyerapan karbon yang disebabkan oleh kegiatan industri serta emisi gas rumah kaca di negara-negara lain” sampainya.
Diskusi yang panjang dengan membuka ruang untuk menyampaikan pendapat serta bertanya pada kegiatan di dua tempat yaitu Kecamatan Beduai dan Bonti ini, menyimpulkan bahwa sebenarnya masyarakat adat di dua Kecamatan ini, ternyata masih belum memahami isu-isu perdagangan karbon serta mempertimbangkan untung dan ruginya bagi keberlangsungan kedaulatan untuk mengelola wilayah adatnya masing-masing.
Dari hasil diskusi di dua kecamatan ini juga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Sanggau menyimpulkan bahwa, praktek pengambilan wilayah masyarakat adat untuk tujuan perdagangan karbon di 6 Komunitas Masyarakat Adat anggota AMAN Sanggau, perlu untuk di tolak.
“Kami masyarakat adat perlu bantuan untuk mendapatkan Pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah, bukan untuk mendapatkan bantuan sesaat yang pada akhirnya menghilangkan lahan atau tanah untuk kami berladang dan berkebun kedepannya” ungkap Hendi.
Hal senada juga diperkuat kan oleh pernyataan anggota Dewan AMAN Wilayah Kalimantan Barat Lukas Kibas yang juga sebagai sesepuh di PD AMAN Sanggau, selama menghadiri dan menjadi narasumber pada dua kegiatan yang difasilitasi oleh PD AMAN Sanggau ini.
“Sebagai anggota DAMANWIL Kalbar dan juga awalnya bagian dari pendiri AMA Kalbar yang sekarang menjadi AMAN yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, saya sependapat dan mendukung penolakan atas kahadiran pihak-pihak yang bertujuan untuk mengambil wilayah adat kami dengan tujuan perdagangan karbon” ungkap Pk Lukas pada kesempatan diskusi di dua tempat ini.
“Kami menghawatirkan kedepannya lahan-lahan untuk kami berladang semakin hari, semakin sempit, karena mementingkan urusan karbon, lalu kami kelaparan akibat berkurangnya lokasi untuk pertanian anak cucu kami kedepannya” sampainya menutup penyampaiannya.