Sanggau,Haloklbar.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sanggau bersama Pemerintah Kabupaten, Forkompimda, dan perwakilan masyarakat adat desa se-Kabupaten Sanggau telah mencapai kesepakatan penting dalam rapat yang digelar hari ini.
Rapat tersebut menghasilkan rekomendasi bersama yang akan diajukan ke pemerintah pusat terkait keberatan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari audiensi yang diadakan pada 27 Agustus 2025, yang menyoroti dampak Perpres PKH terhadap keberadaan masyarakat adat di Sanggau.
Para pihak menilai bahwa Perpres ini berpotensi mengancam hak-hak masyarakat adat yang telah mengelola lahan secara turun-temurun.
Poin-Poin Utama Rekomendasi
Dalam rekomendasi yang ditandatangani oleh pimpinan DPRD, para camat, dan ketua Dewan Adat Dayak (DAD) dari berbagai wilayah, terdapat 15 poin penting yang mendesak perubahan kebijakan pemerintah pusat. Beberapa poin utama adalah:
Revisi Pasal “Penguasaan Kembali”: Para pihak menuntut agar Pasal 4 yang mengatur “Penguasaan Kembali” ditangguhkan. Mereka menilai pasal ini berpotensi merugikan masyarakat dan seharusnya ditunda sampai proses pengukuhan kawasan hutan dilakukan secara adil dan inklusif.
Tolak Pendekatan Militeristik: Rekomendasi ini secara tegas menolak struktur Satuan Tugas (Satgas) yang didominasi oleh TNI dan Polri. Masyarakat mengusulkan agar Satgas melibatkan unsur masyarakat adat, tokoh lokal, dan pemerintah daerah untuk menciptakan pendekatan yang lebih humanis dan partisipatif.
Percepatan Pengakuan Hutan Adat: Pemerintah didesak untuk mempercepat proses pengakuan Hutan Adat dan Hak Ulayat. Ini penting untuk mencegah kriminalisasi terhadap masyarakat yang mengelola lahan mereka secara tradisional.
Rekomendasi juga meminta agar lahan yang sudah dikuasai masyarakat secara faktual dikeluarkan dari kawasan hutan dan ditetapkan sebagai Area Penggunaan Lain (APL) atau hutan adat.
Moratorium PKH di Sanggau: Pihak-pihak yang menandatangani rekomendasi ini meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menunda sementara semua kegiatan penertiban PKH di Kabupaten Sanggau sampai ada kejelasan status kawasan.
Mereka juga meminta agar larangan bagi masyarakat untuk memasuki lahan garapan mereka segera dicabut.

Pemetaan Partisipatif: Untuk menjamin keadilan, disepakati bahwa perlu dilakukan pemetaan partisipatif dari desa ke desa.
Proses ini akan melibatkan masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa, BPN, akademisi, dan pemerintah daerah. Hasil pemetaan ini nantinya akan menjadi dasar untuk mengusulkan pelepasan kawasan atau penetapan hutan adat.
Perlindungan Lahan dan Ekonomi Lokal
Selain menyoroti aspek hukum dan administratif, rekomendasi ini juga berfokus pada perlindungan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat.
Para pihak sepakat bahwa:
Selama proses perubahan status, masyarakat harus tetap diperbolehkan mengelola lahannya tanpa takut dikriminalisasi.
Perusahaan pemegang izin di Kawasan Hutan Produksi (HP) dilarang mengganggu lahan yang sudah lama digarap oleh masyarakat.
Model agroforestri khas Sanggau, Tembawang, didorong untuk diakui dalam kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.
DPRD Kabupaten Sanggau berkomitmen untuk meneruskan rekomendasi ini kepada pemerintah pusat dan instansi terkait untuk memastikan suara dan hak-hak masyarakat Sanggau didengar dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan.
Daftar Pihak Penandatangan Rekomendasi Bersama:
Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Sanggau: Hendrikus Hengki, S.T., Timotius Yance, S.Kom, Robby Sugianto, S.E., Ropina, S.Pd., Dicky, S.Hut, dan Didi Darmadi, A.Md.
Perwakilan Pemerintah Daerah: Sekda Kabupaten Sanggau Aswin Katib ,Camat Jangkang, Camat Parindu, dan Camat Tayan Hulu.
Perwakilan Masyarakat Adat: Ketua-Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) dari berbagai wilayah di Kabupaten Sanggau (***)