MBG untuk Anak, Bukan untuk Oknum: Mari Kawal Agar Tragedi Keracunan Tak Terulang

Kamis, 18 September 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dirancang untuk menjadi jaring pengaman gizi bagi anak-anak dan kelompok rentan — namun belakangan berubah menjadi sumber krisis: ribuan dapur MBG tercatat tetapi ‘tak ada di lapangan’, sementara ratusan siswa dirawat karena dugaan keracunan usai menyantap paket MBG. Dengan alokasi anggaran yang sangat besar, potensi penyalahgunaan kewenangan dan kerugian bagi generasi muda membuat seruan pengawasan dari pemerintah daerah dan masyarakat sipil tak bisa ditunda lagi.


Fakta-fakta inti (ringkas & berdasar sumber)

  • Temuan dapur fiktif: Komisi IX DPR menyebut ada sekitar 5.000 titik dapur SPPG (dapur MBG) yang tercatat namun belum beroperasi atau terverifikasi di lapangan. Ini memicu seruan audit besar-besaran.

  • Kasus keracunan massal: Dalam beberapa hari terakhir, wilayah seperti Banggai Kepulauan melaporkan lebih dari 250–277 siswa yang mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi MBG; sampel makanan diserahkan ke BPOM untuk uji laboratorium.

  • Anggaran besar: MBG dibiayai oleh APBN dengan alokasi skala besar — laporan menyebut angka mulai dari puluhan triliun (Rp51–71 triliun di tahap awal) hingga proyeksi ratusan triliun untuk cakupan penuh program di tahun-tahun mendatang. Besarnya anggaran meningkatkan risiko penyelewengan bila pengawasan lemah.

  • Respons resmi: BGN membantah sepenuhnya istilah “fiktif” untuk semua titik, mengatakan beberapa lokasi “sudah dibooking” namun belum selesai dibangun; BPOM dan polisi sedang melakukan uji laboratorium serta penyelidikan.


Kronologi singkat masalah & dampaknya

  1. Program MBG mulai berjalan 2025 dengan target jutaan penerima; distribusi dilakukan melalui jejaring SPPG/dapur lokal.

  2. Pertengahan–akhir September 2025 — laporan daerah demi daerah muncul: Banggai Kepulauan (ratusan siswa), Lamongan, Gunungkidul, dan beberapa kabupaten lain melaporkan insiden keracunan, sementara DPR mengangkat isu ribuan dapur yang belum diverifikasi. Sampel makanan dikirim ke BPOM; polisi membuka penyelidikan.

  3. Publik tergerak: orang tua, LSM, dan netizen menuntut transparansi penuh: daftar dapur, bukti verifikasi lapangan (foto geotag), bukti lab untuk tiap insiden, serta audit anggaran.


Mengapa pengawasan lokal dan masyarakat wajib diperketat

  1. Skala anggaran besar = risiko besar. Program yang mengelola puluhan—hingga ratusan—triliun rupiah berpotensi menjadi sasaran praktik curang bila kontrol lemah.

  2. Keamanan pangan butuh pengawasan nyata di dapur. Standar sanitasi, rantai dingin, dan SOP produksi mesti dipastikan di lapangan; pemeriksaan administratif saja tak cukup. Kasus keracunan menunjukkan kegagalan pada salah satu rantai ini.

  3. Dapur fiktif melemahkan jangkauan layanan. Jika alamat tercatat palsu atau “booking” digunakan untuk klaim anggaran, penerima manfaat riil kehilangan akses—anak jadi korban langsung.


Tuntutan & rekomendasi konkret untuk pemerintah daerah, DPR, dan masyarakat

  1. Buka data publik sekarang — seluruh daftar SPPG/dapur MBG, alamat, bukti foto ber-geotag, dan tanggal inspeksi wajib dipublikasikan. (Transparansi mencegah manipulasi.)

  2. Audit independen & turun lapang — BPK/BPKP atau auditor independen dikerahkan untuk memeriksa proses tender, kontrak mitra, dan realisasi anggaran. DPR telah meminta langkah serupa.

  3. Verifikasi mutu pangan oleh BPOM & Dinkes — setiap insiden wajib diuji laboratorium; hasil harus terbuka untuk publik. SOP sanitasi dan rantai dingin harus menjadi standar minimum.

  4. Sanksi tegas — bila ditemukan kelalaian atau unsur pidana (penipuan, pemalsuan data), penegakan hukum harus berjalan cepat agar jadi efek jera. Polisi sudah mulai mengamankan sampel dan memeriksa pengelola.

  5. Peran masyarakat & sekolah — komite sekolah, PKK, Kader Posyandu, dan warga diminta lakukan inspeksi mandiri (cek visual, simpan sampel sisa makanan bila perlu) dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan bila ada kecurigaan.

  6. Perbaikan mekanisme pengadaan & tender — proses seleksi mitra lokal harus transparan, dengan syarat kualifikasi higienis & fasilitas produksi yang dapat diverifikasi.


Kotak Fakta

  • Temuan dapur “tidak beroperasi” / diduga fiktif: ~5.000 titik (Komisi IX DPR).

  • Kasus keracunan utama: Banggai Kepulauan — 250–277 siswa (laporan polisi & media lokal; sampel dikirim ke BPOM).

  • Anggaran MBG (APBN 2025 & proyeksi): Rp51–71 triliun (alokasi awal), dengan rencana perluasan yang menyentuh ratusan triliun pada skala penuh.


MBG seharusnya menjadi benteng perlindungan gizi anak bangsa — bukan ladang peluang bagi oknum yang memanfaatkan celah administratif. Pemerintah daerah, DPR, lembaga pengawas, dan masyarakat harus bergerak bersama: transparan, audit independen, dan pengawasan lapangan harus dijalankan sekarang juga. Jika tidak, bukan hanya uang negara yang disia-siakan — melainkan masa depan generasi penerus yang menjadi taruhannya.

Bagikan
Exit mobile version