Minggu, 28 September 2025 – Pemerintah pusat bergerak cepat: evaluasi menyeluruh program Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan setelah rentetan kasus dugaan keracunan yang menimpa ribuan penerima. Langkah ini meliputi penutupan sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah, audit sertifikasi higiene dapur, dan koordinasi tingkat pusat-daerah untuk memperbaiki tata kelola program. Sejak laporan keracunan pertama muncul, jumlah laporan terakumulasi mencapai ribuan korban di berbagai provinsi; angka nasional yang dilaporkan media internasional mencapai lebih dari 5.000 kasus pada akhir September 2025—mendorong tekanan publik agar program dievaluasi dan, bila perlu, dihentikan sementara di wilayah rawan. Pemerintah mengakui insiden itu merupakan bagian kecil dari milyaran paket MBG yang sudah disalurkan, namun menegaskan keamanan anak dan ibu sebagai prioritas.
Tabel: Status Sertifikasi Laik Higiene & Sanitasi (SLHS) SPPG — snapshot per 22 Sep 2025
Keterangan | Jumlah |
---|---|
Total Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG / dapur MBG) | 8.583 |
SPPG yang memiliki Sertifikat Laik Higiene & Sanitasi (SLHS) | 34 |
SPPG tanpa SLHS | 8.549 |
Sumber: Laporan Kantor Staf Kepresidenan & Kementerian Kesehatan per 22 Sep 2025. |
Langkah-langkah evaluasi yang diumumkan pemerintah
-
Penutupan sementara SPPG bermasalah — SPPG yang terindikasi menyebabkan keracunan dihentikan operasionalnya untuk pemeriksaan dan audit.
-
Audit SLHS dan SOP — Kemenkes diminta mempercepat verifikasi SLHS, sementara KSP menyoroti perlunya standar operasi baku (SOP) keamanan pangan di semua dapur.
-
Pemeriksaan laboratorium & uji forensik pangan — BPOM, Bareskrim (asistensi penyidikan), dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan menggelar uji untuk memastikan penyebab mikrobiologis/kimia.
-
Konsolidasi kebijakan tingkat pusat-daerah — Mendagri dijadwalkan memanggil kepala daerah untuk pertemuan koordinasi.
Pihak berwenang menemukan beberapa titik kelemahan potensial: banyak dapur MBG belum memiliki sertifikasi higiene, SOP keamanan pangan tidak merata (hanya sebagian kecil SPPG yang diuji menyusun SOP), rantai pasok dan distribusi rentan putus suhu/pencemaran, serta kapasitas SDM dapur (juru masak) yang belum memadai. Kombinasi ini membuka peluang munculnya kontaminasi bakteri, jamur, atau kesalahan penanganan makanan.
Reaksi publik, legislatif, dan pengamat
-
Publik & orang tua menuntut transparansi: mereka meminta hasil uji lab dipublikasikan dan daftar dapur yang ditutup diumumkan.
-
DPR (Komisi terkait) dan politisi menyerukan evaluasi komprehensif, sementara beberapa anggota mendorong penangguhan program di wilayah rawan hingga audit selesai.
-
Pengamat kebijakan pangan menekankan bahwa masalah ini menuntut perbaikan jangka panjang pada tata kelola rantai pasok MBG — bukan sekadar perbaikan operasional mendesak.
Evaluasi ini bisa berujung pada beberapa skenario: perbaikan massal SOP & sertifikasi, restrukturisasi model distribusi (mis. lebih banyak dapur lokal bersertifikat), atau penggantian sementara sebagian SPPG dengan mitra yang sudah bersertifikat. Rekomendasi awal dari pakar dan Kemenkes meliputi: percepatan pemberian SLHS, pelatihan juru masak, pengamanan rantai dingin, dan standarisasi bahan baku.
“SPPG yang bermasalah ditutup untuk sementara dilakukan evaluasi dan investigasi,” ujar Menko Perekonomian/Koordinator terkait pada konferensi pers penanggulangan kejadian luar biasa program MBG.
“Dari 8.583 SPPG, hanya 34 yang memiliki SLHS — ini menunjukkan urgensi peningkatan standar dan pengawasan,” ungkap Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari.